Kamis, 08 Januari 2009

PEMBANGKANGAN DARI PATI 'ala MUTAMAKKIN

PEMBANGKANGAN DARI PATI ALA MUTAMAKKIN
Dikisahkan kembali oleh : H. Atho’ al Jauhari, Komunitas @Thoriq

KH. Syekh Mutamakkin, ulama dari Desa Kajen, Kec. Margoyoso Pati, yang hidup di abad silam, dinilai nyleneh (unik/ aneh, bhs Jawa) dan dicap sebagai pembangkang pada zamannya, seperti yang terjadi pada Syeh Siti Jenar.

Kepada santrinya, seringkali dia memberi piwulangan mocopat dan pendalaman cerita wayang Dewa Ruci yang bermakna tasawuf. Bukan cerita yang bersumber dari kitab agama. Kontroversial lainnya, Syekh Mutamakkin juga memelihara dua ekor anjing.

Keanehan Syech Mutamakkin membuat gerah, gelisah dan geram para ulama besar lainnya, termasuk Ketib Anom Kudus. Al hasil, diseretlah Syech Mutamakkin ke sidang Keraton Kartosuro.

Di hadapan sidang Keraton, dengan tenang dan percaya diri Syech Mutamakkin menjelaskan hal yang didakwakannya.


Disampaikannya alasan memelihara anjing adalah karena kecintaannya pada binatang yang merupakan mahluk Allah.

Demikian juga tentang cerita wayang Dewa Ruci, dia mengambil hikmah dan suri tauladan falsafah cerita Dewa Ruci.

Dengan penjelasan yang gamblang dari sang Syekh, akhirnya tuduhan penyimpangan ajaran agama yang dilontarkan oleh Ketib Anom Kudus dapat ditepis.

Berbekal rasa khusnudhon kepada sesama umat yang berbeda pendapat, kita dapat berkomentar : ”Fitnah para kyai sejatine pengin ngerteni ajaran Syekh Mutamakkin. Kuwi sejatine dilandasi katresnanan”. (Fitnah para Kyai sesungguhnya karena keinginan untuk memahami ajaran Syekh Mutamakkin, dan itu dilandasai rasa kasih sayang).


Catatan : Kisah di atas disampaikan seniman bertubuh subur, dalang suket yang bisa nyambi sebagai Ustadz, yaitu SLAMET GUNDONO, diiringi tetabuhan yang menjadi ciri khasnya, di hadapan para Kyai dan Santri pada saat peringatan / haul wafatnya KH. Syekh Mutamakkin, di Pati, 5 Januari 2009. Hadir pada kesempatan itu antara lain seniman KH. Mustofa Bisri dan WS Rendra, dimana keduanya membacakan cerpen. Sumber, Suara Merdeka, Rubrik Seni, Rabu 7 Januari 2009.

Tidak ada komentar: